28 Mei, 2008

Pendidikan Tidak Menganut Teori Dagang

Ada sebuah pepatah mengatakan "kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh orang-orang terdidiknya". Pepatah ini mencerminkan pentingnya sarana pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan suatu hal yang paling esensial bagi kemajuan suatu indidvidu, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu tujuan pendididkan menurut Maulana Rumi dan Ki Hajar Dewantoro adalah konsep dehumanisasi, "bahwa pendidikan merupakan sarana memanusiakan manusia". Pendidikan juga dapat dijadikan tolak ukur bagi kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa. dapat dikatakan sebuah bangsa tanpa pendidikan sulit untuk maju dan berkembang bahkan haram hukumnya untuk menjadi negara adikuasa, oleh karena itu pembangunan manusia harus memperioritaskan pendidikan.

namun saat ini yang terjadi adalah pendidikan dijadikan objek komersialisasi oleh para pemilik modal yang di back up oleh penguasa negeri ini. Lihat saja mereka para penguasa yang sedang duduk diruangan berAc, berdasi dan dengan sombong berjalan ditengah-tengah penderitaan rakyat akan tidak terpenuhinya hak-hak dasar termasuk kesehatan dan pendidikan. mereka seakan menutup mata, telinga dan hati nuraninya serta acuh terhadap jeritan rakyat akibat naiknya harga bahan pokok yang merupakan imbas dari naiknya BBM.

Mereka lupa ataukah pura-pura lupa akan funsi dan tujuan dan tanggung jawab negara yang telah dirumuskan para Founding father bangsa ini yang mereka tuangkan dalam UUD 1945 yaitu salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pemerintah saat ini melalui RUU BHP dan pasal 72-74 Perpres no.77 tahun 2007 dan berbagai kebijakan lainnya seperti RUU PMA yang mebuka peluang modal asing untuk menguasai cabang-cabang penting sumber devisa dalam negeri adalah sebuah bentuk pemerasan dan pembodohan terhadap rakyat dan disinilah pula kpenghianatan kaum intelektual berperan.

BHP dapat diartikan sebagai bom waktu dan bencana akan dunia pendidikan bangsa ini kelak. Karena melalui sistem BHP ini pendidikan ibarat sebuah perusahaan yang menganut teori dagang (mencari untung sebanyak-banyakny). Dengan menganut teori dagang, pendidikan yang bermutu hanya akan diperuntukkan bagi mereka-mereka yang memilki kemampuan finansial, sementara orang miskin akan tetap pada kondisinya yang terpuruk dan menjadi buru kasar di negeri seberang dan bahkan menjadi buruh di negeri ini.

Contoh kongrit dari penindasan struktural ini adalah mereka yng seharusnya duduk dibangku pendidikan malah diperempatan lampu merah bergelut dengan kerasnya hidup hanya demi sesuap nasi dan membantu ekonomi keluarga. Bukankah ini sebuah ironi bagi bangsa yang kaya akan sumber daya alam dan kemanakah peran kaum intelektual yang telah meraih gelar sarjana dan guru besar, apakah ia mampuh menciptakan suatu peralatan canggi untuk mengelola sendiri kekayaan alam negerinya dan kemana hasil penelitian mereka.

melalui proyek BHP dan Perpres No. 77 tahun 2007, pemerintah semakin mempertajam sekat-sekat sosial antara si kaya dan si miskin dalam memperoleh pendidikan. Hal ini semakin memperjelas keinginan pemerintah untuk melepas tanggung jawabnya dalam pemenuhan hak pendidikan khususnya pendidikan gratis dan bermutu.

Nuasnsa privatisasi, komersialisasi atau upaya pelepasan tanggung jawab negara dalam penyelenggraan pendidikan yang gratis dan bermutu sudah tercium dan terlihat dalam legalitas pendidikan. Aromanya dimulai dengan lahirnya sejumlah pasal dalam undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Diantaranya turunnya derajat kewajiban pemerintah sebagai penanggung jawab utama dalam pemenuhan pendidikan dasar rakyat menjadi tanggung jawab bersama dengan masyarakat, hal ini dapat kita lihat dari pasal 9 UU sisdiknas. Dipasal lainnnya memberikan kewajiban bagi para peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, terkecuali bagi mereka yang dibebaskan dari kewajiban sesuai undang-undang yang ada (pada pasal 12 ayat 2 butir b).

Sekilas gambaran diatas merupakan sebuah bentuk penghianatan (pelanggaran) terhadap konstitusi. Sebab dalam UUU 1945 yang diamandemen menyatakan secara tegas pada pasal 31 ayat 2 , menyebutkan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainy. dan dipertegas lagi dalam ayat 4 "negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggran pendapatan dan belanja negara seryta dari anggaran pendapatan dan belanja darah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggraan pendidikan. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan, menegaskan bahwa segala peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Ujung dari pelegalan privatisasi pendidikan, terlihat dalam RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang lahir dari rahim pasal 53 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2007 tentang Sisdiknas. dari rahim pasal ini pendidikan nantinya akan dikelola dengan menganut teori dagang sebagaimana dicantumkan dalam pasal 1 ayat 1 RUU BHP yang berbunyi Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat, berfungsi memberikan pelayanan pendidikan berprinsip nirlaba dan otonom. kemudian dalam pasal 36 ayat 1 secara terang-terangan pemerintah menyatakan bahwa pendanaan awal sebagai investasi pemula dalam pengopersian Badan Hukum Pendidikan Dasar dan menengah (BHPMD) berasal dari masyarakat maupun hibah baik dari dalam maupun luar negeri.

1 komentar:

ierfaen ammar mengatakan...

Itulah Bangsa kita para pejabatnya tidak bermoral, mereka lebih banyak menindas rakyatnya melalui berbagai macam kebijakan yang mereka atas namakan rakyat termasuk menjadikan intitusi pendidikan sebagai lahan bisnis. maju terus dan tingkatkan bakat menulis anda dan lawan segala bentuk penindasan dan pemerasan lewat tulisan. Salam pers mahasiswa

Myblog